Minggu, 18 Januari 2009

HADIST SEBAGAI SUBER HUKUM ISLAM YANG KEDUA

HADIST SEBAGAI SUBER HUKUM ISLAM YANG KEDUA

A. Pengertian Hadist

Menurut bahasa kata hadist biasa bermakna komunikasi cerita, memberitahukan atau mengkhabarkan. Sedangkan menurut istilah hadist adalah segala sesuatu yang didasarkan kepada nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, keketapan maupun harapan atau cita – citanya.

Berdasarkan pengertian di atas maka hadist dapat diklasifikasikan kepada empat macam, yaitu :

a. hadis / qauliyah yakni seluruh hadis yang bersumber kepada perkataan Muhammad Saw, baik dalam bentuk perintah, larangan, anjuran, atau nasehat lain – lain. Yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara’. Contoh hadis qauliyah ini sangat banyak bahkan hamper sebahagian besar hadis nabi Muhammad SAW diklasifikasikan ke dalam hadis qauliyah.

b. Hadist Fi’liyah yakni seluruh hadist yang bersumber dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad Saw agar dicontohkan atau diteladani umatnya. Contoh hadis fi’liyah ini misalnya tata cara wudhu, shalat, haji dan lain – lain yang diperbuat dan dicontohkan oleh nabi Muhammad Saw.

c. Hadis Taqririyah yakni seluruh hadist yang berbentuk ketetapan atau persetujuan Nabi Muhammad Saw tentang suatu perkara yang dilakukan sahabat / umatnya. Dalam hal ini Nabi Muhammad memberikan persetujuan atau ketetapan terhadap hal – hal positif yang dilakukan sahabatnya. Sebagai conoh Nabi Muhammad Saw menyetujui kalimat – kalimat azan yang dikumandangkan oleh sahabat yang bernama Bilal bin rabah.

d. Hadist Hamiyah yakni hadis Nabi Muhammad saw yang masih berbentuk harapan atau cita – citanya. menutut ahli hadist, bentuk hadis seperti ini sangat sedikit bahkan ada yang mengatakan tidak ada. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad Saw adalah sosok teladan yang tidak pernah meminta umatnya melakukan sesuatu sebelum ia sendiri mempraktekkannya.begitupun ada yang beranggapan bahwa Nabi Muhammad Saw pernah bercita – cita berpuasa pada bulan muharram, tetapi belum sempat ia menunaikannya, beliau telah dipanggil Allah SWT inilah satu – satunya informasi tentang hadist Hammiyah.

Hadist sebagai sumber hukum islam yang kedua juga ditetapkan oleh hadis itu sendiri. Sabda Rasulullah :

Yang artinya:

Rasulullah Saw bersabda “aku tinggalkan kepadamu sekalian dua perkara, apabila kamu berpegang teguh pada kedua perkara tersebut niscaya kamu tidak akan tersesat selama – lamanya, kedua perkara tersebut ialah kitab allah (Al-Qur’an) dan sunah Rasulullah (hadis)”. (HR. Bukhari dan Muslim)

B. Fungsi Hadist sebagai sumber hukum islam

Secara umum, sebagai sumber hukum islam hadis memiliki fungsi :

a. memperkuat atau mengukuhkan hukum – hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an sebagai contoh, al-Qur’an mewajibkan umat islam menyembah Allah SWT dan melarang menyekutukannya.

b. Memberikan penjelasan atau rincian sebab Al-Qur’an pada dasarnya hanya mengatur hal – hal yang bersifat umum. Karena itu, hadis berfungsi menjelaskan dan memberi rincian terhadap hal – hal yang masih bersifat umum tersebut. Contoh, hal ini misalnya ketentuan hukum shalat yang diwajibkan oleh ayat Al-Qur’an. Sedangkan hal – hal yang berkaitan dengan tata cara bagaimana cara mendirikan shalat itu isa diperoleh melalui hadis Nabi.

c. Menetapkan atau mensyariatkan hukum – hukum baru yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Contoh hukum atau aturan baru yang tidak didapati dalam Al-Qur’an tetapi ditetapkan melalui hadis adalah kewajiban menyamak bejana yangdijilati anjing dengan cara membasuhnya tujuh kali dengan air, dimana salah satunya harus dicampur dengan air tanah.

C. Klasifikasi Hadist

Sebuah hadis terdiri dari : a). matan, yaitu isi atau kandungan dai suatu hadis yang memuat berbagai pengertian. b). sanad yaitu jalan yang menyampaikan kepada matan hadis, yaitu nama – nama para perawinya yang berurutan menjadi sandaran dalam periwayatan hadis menjadi perantara Nabi Muhammad Saw sampaikepada perawi atau orang yang meriwayatkan suatu hadis, dan c) rawi yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadist.

Setiap hadist bisa diklasifikasikan kepada beberapa macam, dilihat dalam kwalitas sanad dan matannya hadist dibagi pula pada:

a. hadist Shahih, yaitu hadis yang bersambung sanadnya dari awal sampai akhir dan disampaikan oleh perawi yang adil dan masyur atau sempurna lafalannya. Suatu hadis dikatakan sahih apabila 1) sanadnya bersambung, 2) perawinya adil, 3) perawinya dhabith atau memiliki ketelitian dalam menerima hadis, 4) hadis yang diriwyatkan tersebut tidak syadz atau tidak menyalahi riwayat perawi lain yang lebih istiqah daripadanya, 5) hadis tersebut selamat dari illat yang merusak

b. Hadist Hasan, yaitu hadist yang bersambung sanadnya dengan periwayatan perawi yang adil, tetapi ringan atau kurang kedhabitannya, dari perawi yang sama dengannya sampai ke akhir, tidak syadz dan tidak berillat. Suatu hadist dapat dikatakan hasan jika : 1) sanadnya harus bersambung, 2) perawinya adil, 3) perawinya memiliki sifat dhabit, dimana kwalitasnya lebih rendah dari yang dimiliki perawi hadis sahih, 4) hadis diriwayatkan tersebut selama dari illat yang merusak

c. Hadist dla’if, yaitu hadist yang tidak terhimpun pada sifat – sifat atau syarat hadist shahi dan hasidt hasan. Ulama hadis menyebutkan hadist dla’if sebagai hadist mardud, artinya hadist yang ditolak atau tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil guna menetapkan hukum. Diantara kriteria hadis dla’if adalah terputusnya sanad, dan 2) terdapat cacat pada matan atau diri salah seorang perawi hadist tersebut.

Kemudian dilihat dari segi sedikit atau banyaknya orang yang metriwayatkannaya maka hadist bisa dikelompokkan kepada 2 macam :

a. hadist muttawatir, yaitu hadist yang memiliki banyak sanad dan mustahil perawinya berdusta atas nama Nabi Muhammad Saw. Suatu hadist dapat dinilai muttawatir jika : 1) perawinya terdiri atas jumlah yang banyak, 2) jumlah tersebut harus terdapat pada setiap tingkatan sanad, 3) menurut adapt atau berita yang masyur, adalah mustahil jika para perawi tersebut berbohong. 4) sandaran riwayat mereka adalah panca indra yaitu sesuatu yang dapat dijangkau oleh panca indra seperti melalui pendengaran atau penglihatan.

b. Hadist ahad yaitu hadis yang tidak mencapai drajat muttawatir. Hadis ini terbagi kepada 3 yaitu :

  1. hadist masyhur, yakni yang diriwayatkan oleh 3 sanad yang berlainan.
  2. hadist azis, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh 2 orang sanad yang berlainan.
  3. hadist gharib, yaitu hadis yang sanadnya hanya seorang diri, dimana tidak ada orang lain yang meriwayatkan hadist tersebut.

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM PERTAMA



AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM PERTAMA

Pengertian Al-Qur’an

Al-qur’an menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca. Menurut istilah Al-qur’an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui mkaikat jibril. Al-quran menggunkan bahasa arab dan merupakan mukjijat bagi rasul

Dalam Al-qur’an ada beberapa nama lain dari Al-qur’an seperti al-kitab, al-huda (petunjuk), al-bayan (penjelas), al-furqan (pembeda), al-Dzikir (pemberi peringatan), dan al-syifa (obat dan rahmat). Artinya Al-qur’an adaah kitab yang berisikan petunjuk Allah SWT untuk menjelaskan berbagai hal yang berkaita dengan kehidupan hambanya. Membedakan antara yang haq dan yang bathil, serta menjadfi peringatan, obat dan rahmat bagi orang – orag yang beriman.

Al-Qur’an adalah sumber hukum yang pertama karena setiap muslim wajib berpegang teguh kepada isi kandungan Al-Qur’an dan menempatkan Al-Qur’an sebagai rujukan utama dan pertama dalam menetapkan suatu hukum. Firman allah swt :

Yang artinya :

Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyuakan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang bersalah) karena (membela) orang – orang yang khianat.

Hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an

Apabila kita kaji secara mendalam, Al-Qur’an mengandung tiga kelompok dasar hukum, yaitu :

a. Hukum I’tiqadah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan allah SWT dan hal – hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu tauhid, ilmu Usuluddin atau ilmu kalam.

b. Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan sesamanya, dan dengan lingkungan sekitar. Hukum Amaliah tercermin dalam rukun islam dan disebut hukum syara’/syariat. Adapun yang mempelajarinya disebut ilmu fikih.

c. Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku moral manusia baik sebagai makhluk individual atau mmakhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep lisan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu akhlak atau Tasawuf.

Khusus hukum syara’ dapat dibagi atas dua kelompok yaitu :

a. Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengaur ubungan manusia dengan Allah SWT., misalnya shalat, puasa, zakat, haji, kurban dan lain sebagainya.

b. Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia sengan sesame manusia dan alam sekitarnya.

Lagi Bergaya

Lagi Bergaya
Jalan - Jalan